Minggu, 05 Agustus 2012

Tarombi SirajaBatak/Silsilah Batak

Silsilah Batak Toba - Kali ini Kita akan menampilkan sebuah silsilah Batak Toba mulanya dan awal terbentuknya. Silsilah ini dikutip dari berbagai sumber yang ada yakni Dari Saudara satu suku kita yakniDomuan AmbaritaRonald Tobing.



Berikut urutan silsilah Batak Toba (Siraja Batak) :


SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu:
1. Guru Tatea Bulan
2. Raja Isombaon

GURU TATEA BULAN

Dari istrinya yang bernama Si Boru Baso Bburning, Guru Tatea Bulan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :

Putra (sesuai urutan) :
1. Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng), tanpa keturunan
2. Tuan Sariburaja (keturunannya Pasaribu)
3. Limbong Mulana (keturunannya Limbong).
4. Sagala Raja (keturunannya Sagala)
5. Silau Raja (keturunannnya Malau, Manik, Ambarita dan Gurning)

Putri :
1. Si Boru Pareme (kawin dengan Tuan Sariburaja, ibotona)
2. Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isombaon
3. Si Boru Biding Laut, (Diyakini sebagai Nyi Roro Kidul)
4. Si Boru Nan Tinjo (tidak kawin).

Tatea Bulan artinya "Tertayang Bbulan" = "Tertatang Bulan". Raja Isombaon (Raja Isumbaon)

Raja Isombaon artinya raja yang disembah. Isombaon kata dasarnya somba (sembah). Semua keturunan Si Raja Bbatak dapat dibagi atas 2 golongan besar yakni :
1. Golongan Ttatea Bulan = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga golongan Hula-hula = Marga Lontung.
2. Golongan Isombaon = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga Golongan Boru = Marga Sumba.

Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera Si Singamangaraja, para orangtua menyebut Sisimangaraja, artinya maha raja), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan Si Raja Batak.

PENJABARAN
RAJA UTI
Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng). Raja Uti terkenal sakti dan serba bisa. Satu kesempatan berada berbaur dengan laki-laki, pada kesempatan lain membaur dengan peremuan, orang tua atau anak-anak. Beliau memiliki ilmu yang cukup tinggi, namun secara fisik tidak sempurna. Karena itu, dalam memimpin Tanah Batak, secara kemanusiaan Beliau memandatkan atau bersepakat dengan ponakannya/Bere Sisimangaraja, namun dalam kekuatan spiritual etap berpusat pada Raja Uti.

SARIBURAJA
Sariburaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis, satu peremuan satunya lagi laki-laki).

Mula-mula Sariburaja kawin dengan Nai Margiring Laut, yang melahirkan putra bernama Raja Iborboron (Borbor). Tetapi kemudian Saribu Raja mengawini adiknya, Si Boru Pareme, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest.

Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu Limbong Mulana, Sagala Rraja, dan Silau Raja, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk mengusir Sariburaja. Akibatnya Sariburaja mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan Si Boru Pareme yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, tetapi di hutan tersebut Sariburaja kebetulan bertemu dengan dia.

Sariburaja datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi "istrinya" di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan Si Boru Pareme di dalam hutan. Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang diberi nama Si Raja Lontung.

Dari istrinya sang harimau, Sariburaja memperoleh seorang putra yang diberi nama Si raja babiat. Di kemudian hari Si raja babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga Bayoangin.

Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, Sariburaja berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus.

SI RAJA LONTUNG
Putra pertama dari Tuan Sariburaja. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu:
Putra:
1.. Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang.
2. Sinaga raja, keturunannya bermarga Sinaga.
3. Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan.
4. Toga nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan.
5. Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang.
6. Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang.
7. Siregar, keturunannya bermarga Siregar.

Putri :
1. Si Boru Anakpandan, kawin dengan Toga Sihombing.
2. Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.
Karena semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina, Pasia Boruna Sihombing Simamora.

Si Sia Marina = Sembilan Satu Ibu.
Dari keturunan Situmorang, lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, Suhutnihuta, Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.

SINAGA
Dari Sinaga lahir marga-marga cabang Simanjorang, Simandalahi, Barutu.

PANDIANGAN

Lahir marga-marga cabang Samosir, Pakpahan, Gultom, Sidari, Sitinjak, Harianja.

NAINGGOLANLahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Lumban Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae.

SIMATUPANG
Lahir marga-marga cabang Togatorop (Sitogatorop), Sianturi, Siburian.

ARITONANG
Lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, Rajagukguk, Simaremare.

SIREGAR
Llahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin.

SI RAJA BORBOR

Putra kedua dari Tuan Sariburaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut Marga Borbor.


Cucu Raja Borbor yang bernama Datu Taladibabana (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :

1. Datu Dalu (Sahangmaima).
2. Sipahutar, keturunannya bermarga Sipahutar.
3. Harahap, keturunannya bermarga Harahap.
4. Tanjung, keturunannya bermarga Tanjung.
5. Datu Pulungan, keturunannya bermarga Pulungan.
6. Simargolang, keturunannya bermarga Imargolang.


Keturunan Datu Dalu melahirkan marga-marga berikut :
1. Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat.
2. Tinendang, Tangkar.
3. Matondang.
4. Saruksuk.
5. Tarihoran.
6. Parapat.
7. Rangkuti.

Keturunan Datu Pulungan melahirkan marga-marga Lubis dan Hutasuhut.

Limbong Mulana dan marga-marga keturunannya
Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga Limbong yang mempunyai dua orang putra, yaitu Palu Onggang, dan Langgat Limbong. Putra dari Langgat Limbong ada tiga orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga Sihole, dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga Habeahan. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu Limbong.

SAGALA RAJA
Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga Sagala.

SILAU RAJA
Silau Raja adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan yang mempunyai empat orang putra, yaitu:
1. Malau
2. Manik
3. Ambarita
4. Gurning

Khusus sejarah atau tarombo Ambarita Raja atau Ambarita, memiliki dua putra:
I. Ambarita Lumban Pea
II. Ambarita Lumban Pining

Lumban Pea memiliki dua anak laki-laki
1. Ompu Mangomborlan
2. Ompu Bona Nihuta
Berhubung Ompu Mangomborlan tidak memiliki anak/keturunan laki-laki, maka Ambarita paling sulung hingga kini adalah turunan Ompu Bona Nihuta, yang memiliki anak laki-laki tunggal yakni Op Suhut Ni Huta. Op Suhut Nihuta juga memiliki anak laki-laki tunggal Op Tondolnihuta.

Keturunan Op Tondol Nihuta ada empat laki-laki:

1. Op Martua Boni Raja (atau Op Mamontang Laut)
2. Op Raja Marihot
3. Op Marhajang
4. Op Rajani Umbul

Selanjutnya di bawah ini hanya dapat meneruskan tarombo dari Op Mamontang Laut (karena keterbatasan data. Op Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita di Kabupaten Toba Samosir saat ini ke Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Hingga tahun 2008 ini, keturunan Op Mamontang laut sudah generasi kedelapan).

Op Mamontang Laut semula menikahi Boru Sinaga, dari Parapat. Setelah sekian tahun berumah tangga, mereka tidka dikaruniai keturunan, lalu kemudian menikah lagi pada boru Sitio dari Simanindo, Samosir.

Dari perkawinan kedua, lahir tiga anak laki-laki
1. Op Sohailoan menikahi Boru Sinaga bermukim di Sihaporas Aek Batu
Keturunan Op Sohailoan saat ini antara lain Op Josep (Pak Beluana di Palembang)

2. Op Jaipul menikahi Boru Sinaga bermukin di Sihaporas Bolon
Keturunan antara lain J ambarita Bekasi, dan saya sendiri (www.domu-ambarita.blogspot.com atau domuambarita@yahoo.com)

3. Op Sugara atau Op Ni Ujung Barita menikahi Boru Sirait bermukim di Motung, Kabupaten Toba Samosir.
Keturunan Op Sugara antara lain penyanyi Iran Ambarita dan Godman Ambarita


TUAN SORIMANGARAJA
Tuan Sorimangaraja adalah putra pertama dari Raja Isombaon. Dari ketiga putra Raja Isombaon, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :
1. Si Boru Anting Malela (Nai Rasaon), putri dari Guru Tatea Bulan.
2. Si Boru Biding Laut (nai ambaton), juga putri dari Guru Tatea Bulan.
c. Si Boru Sanggul Baomasan (nai suanon).

Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (Ompu Raja Nabolon), gelar Nai Ambaton.

Si Boru Biding Laut melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Jae (Raja Mangarerak), gelar Nai Rasaon.

Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar Nai Suanon.
Nai Ambaton (Tuan Sorba Djulu/Ompu Raja Nabolon)

Nama (gelar) putra sulung Tuan Sorimangaraja lahir dari istri pertamanya yang bernama Nai Ambaton. Nama sebenarnya adalah Ompu Raja Nabolon, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga Nai Ambaton menurut nama ibu leluhurnya.

Nai Ambaton mempunyai empat orang putra, yaitu:
1. Simbolon Tua, keturunannya bermarga Simbolon.
2. Tamba Ttua, keturunannya bermarga Tamba.
3. Saragi Tua, keturunannya bermarga Saragi.
4. Munte Tua, keturunannya bermarga Munte (Munte, Nai Munte, atau Dalimunte).
Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung):

SIMBOLON
Lahir marga-marga Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turutan, Nahampun, Pinayungan. Juga marga-marga Berampu dan Pasi.

TAMBA
Lahir marga-marga Siallagan, Tomok, Sidabutar, Sijabat, Gusar, Siadari, Sidabolak, Rumahorbo, Napitu.

SARAGI
Lahir marga-marga Simalango, Saing, Simarmata, Nadeak, Sidabungke.

MUNTE
Lahir marga-marga Sitanggang, Manihuruk, Sidauruk, Turnip, Sitio, Sigalingging.

Keterangan lain mengatakan bahwa Nai Ambaton mempunyai dua orang putra, yaitu Simbolon Tua dan Sigalingging. Simbolon Tua mempunyai lima orang putra, yaitu Simbolon, Tamba, Saragi, Munte, dan Nahampun.

Walaupun keturunan Nai Ambaton sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antarsesama marga keturunan Nai Ambaton.

Catatan mengenai Ompu Bada, menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W Hutagalung, Ompu Bada tersebut adalah keturunan Nai Ambaton pada sundut kesepuluh.

Menurut keterangan dari salah seorang keturunan Ompu Bada (mpu bada) bermarga gajah, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut:
1. Ompu Bada ialah asal-usul dari marga-marga Tendang, Bunurea, Manik, Beringin, Gajah, dan Barasa.
2. Keenam marga tersebut dinamai Sienemkodin (enem = enam, kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan Empu Bada, pun dinamai Sienemkodin.
3. Ompu Bada bukan keturunan Nai Ambaton, juga bukan keturunan si raja batak dari Pusuk Buhit.
4. Lama sebelum Si Raja Batak bermukim di Pusuk Buhit, Ompu Bada telah ada di tanah dairi. Keturunan Ompu bada merupakan ahli-ahli yang terampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.
5. Keturunan Ompu Bada menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah dairi dan tapanuli bagian barat.

NAI RASAON (RAJA MANGARERAK)
Nama (gelar) putra kedua dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri kedua tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Rasaon. Nama sebenarnya ialah Raja Mangarerak, tetapi hingga sekarang semua keturunan Raja Mangarerak lebih sering dinamai orang Nai Rasaon.

Raja Mangarerak mempunyai dua orang putra, yaitu Raja Mardopang dan Raja Mangatur. Ada empat marga pokok dari keturunan Raja Mangarerak:

Raja Mardopang
Menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga Sitorus, Sirait, dan Butar-butar.

Raja Mangatur
Menurut nama putranya, Toga Manurung, lahir marga Manurung. Marga pane adalah marga cabang dari sitorus.

NAI SUANON (tuan sorbadibanua)
Nama (gelar) putra ketiga dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri ketiga Tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Suanon. Nama sebenarnya ialah Tuan Sorbadibanua, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai Ttuan Sorbadibanua.

Tuan Sorbadibanua, mempunyai dua orang istri dan memperoleh 8 orang putra.
Dari istri pertama (putri Sariburaja):
1. Si Bagot Ni Pohan, keturunannya bermarga Pohan.
2. Si Paet Tua.
3. Si Lahi Sabungan, keturunannya bermarga Silalahi.
4. Si Raja Oloan.
5. Si Raja Huta Lima.

Dari istri kedua (Boru Sibasopaet, putri Mojopahit) :

a. Si Raja Sumba.
b. Si Raja Sobu.
c. Toga Naipospos, keturunannya bermarga Naipospos.

Keluarga Tuan Sorbadibanua bermukim di Lobu Parserahan - Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, Tuan Sorbadibanua menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata Si Raja huta lima terkena oleh lembing Si Raja Sobu. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh Tuan Sorbadibanua. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang tiga orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki Gunung Dolok Tolong sebelah barat.

Keturunana Tuan Sorbadibanua berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.
Keturunan Si Bagot ni pohan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Tampubolon, Barimbing, Silaen.
2. Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Nasution.
3. Panjaitan, Siagian, Silitonga, Sianipar, Pardosi.
4. Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, Pardede.

Keturunan Si Paet Tua melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Hutahaean, Hutajulu, Aruan.
2. Sibarani, Sibuea, Sarumpaet.
3. Pangaribuan, Hutapea.

Keturunan si lahi sabungan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Sihaloho.
2. Situngkir, Sipangkar, Sipayung.
3. Sirumasondi, Rumasingap, Depari.
4. Sidabutar.
5. Sidabariba, Solia.
6. Sidebang, Boliala.
7. Pintubatu, Sigiro.
8. Tambun (Tambunan), Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu, Nadapdap, Pagaraji, Sunge, Baruara, Lumban Pea, Lumban Gaol.

Keturunan Si Raja Oloan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Naibaho, Ujung, Bintang, Manik, Angkat, Hutadiri, Sinamo, Capa.
2. Sihotang, Hasugian, Mataniari, Lingga.
3. Bangkara.
4. Sinambela, Dairi.
5. Sihite, Sileang.
6. Simanullang.

Keturunan Si Raja Huta Lima melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Maha.
2. Sambo.
3. Pardosi, Sembiring Meliala.

Keturunan Si Raja Sumba melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Simamora, Rambe, Purba, Manalu, Debataraja, Girsang, Tambak, Siboro.
2. Sihombing, Silaban, Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit, Sitindaon, Binjori.

Keturunan Si Raja Sobu melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Sitompul.
2. Hasibuan, Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Hutatoruan, Simorangkir, Hutapea, Lumban Tobing, Mismis.

Keturunan Toga Naipospos melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Marbun, Lumban Batu, Banjarnahor, Lumban Gaol, Meha, Mungkur, Saraan.
2. Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang.

(Marbun marpadan dohot Sihotang, Banjar Nahor tu Manalu, Lumban Batu tu Purba, jala Lumban Gaol tu Debata Raja. Asing sian i, Toga Marbun dohot si Toga Sipaholon marpadan do tong) ima pomparan ni Naipospos, Marbun dohot Sipaholon. Termasuk do marga meha ima anak ni Ompu Toga sian Lumban Gaol Sianggasana.

DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)
Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga).

Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut:

"Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang;
Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan"
artinya:

"Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput (berakar tunggang);
Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji"

Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah:

1. Marbun dengan Sihotang
2. Panjaitan dengan Manullang
3. Tampubolon dengan Sitompul.
4. Sitorus dengan Hutajulu - Hutahaean - Aruan.
5. Nahampun dengan Situmorang.
(Disadur dari buku "Kamus Budaya Batak Toba" karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987) 

READ MORE - Tarombi SirajaBatak/Silsilah Batak

Minggu, 22 Juli 2012

Sibasoburning, Isterinya Guru Tatea Bulan


Pusuk BuhitSetelah Toga Datu (Guru Tatea Bulan) sampai di Sianjurmulamula beliau pun memperkuat parit (perbatasan kampungnya), mendirikan rumah tempat perteduhannya, mengerjakan kebun yang ditanami berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan seperti ubi jalar, talas, pisang, tebu, dll.
Dia juga memelihara tanaman khusus seperti rugi2, bane2, bonang2, sae2 dan juga berbagai macam tanaman yang bisa dipakai obat, pagar, dorma (jimat) sitogu harihir, dll. Setiap hari dia nmengurus kebunnya dia pun mendirikan sopo (rumah kecil tempat berteduh).
Ada juga Suku Asing yang bermukim di hutan sekitar Sianjurmulamula yang sudah terlebih dahulu bermukim di situ sebelum kedatangan si Raja Batak, tetapi mereka tinggal agak ke dalam di hutan belantara. Mereka tinggal berkelopok begitupun kalau mereka jalan2 laki, perempuan dan anak-anak selalu berkelompok sambil memegang giringan, yang dibuat dari bambu utk mencari makanannya berupa pucuk kayu atau akar muda danempuk, daun-daun muda, kembangnya atau buahnya juga. Mereka juga berburu binatang, burung atau ikan dari Tao Toba. Mereka tidak bisa didekati orang karena mereka dengan cepat akan. Berlari kembali ke tengah hutan. Tetapi kalau terpojok mereka akan melawan. Jadi tidak ada pergaulan sama sekali antara si Raja Batak dengan suku asing tersebut.
Pada suatu ketika ada seorang anak gadis keturunan Suku Asing yang ada di sekitar kebun Toga Datu yang datang mendekat ke kebun itu. Dia memperhatikan kebun itu karena banyaknya makanan dan wangi-wangian, ketika dia menyelusuri kebun itu, dia pun melihat Toga Datu yang sedang berteduh di tempat perteduhannya (undung2na).
Toga Datu pura2 tidak lihat tetapi dia memasang aji2an sitoguharihir sehingga boru “Sibasoburning” tidak merasa takut bahkan makin mendekat ke tempat perteduhan Toga Datu. Setelah beberapa kali seperti itu, Toga Datu membawa gadis itu ke rumahnya. Dia mengajarinya bahasa dan adatnya tetapi dia tidak menahannya di rumahnya tetapi membiarkannya kembali kepada orangtuanya. Setelah beberapa lama mereka pun semakin jatuh cinta. Sibasoburningpun meminta kepada Toga Datu untuk berjanji tidak meninggalkannya atau mengatakan seolaholah dia berasal dari bambu pecah (mapultak sian bulu), karena dia akan makin jauh dari orangtuanya apabila dia menjadi isteri Toga Datu. Toga Datu pun setuju berjanji, dia membawa “Sibasoburning” ke rumahnya dan merekapun menjadi suami isteri.
Tidak lama kemudian perempuan itupun hamil, hal itu diberitahukannya kepada Toga Datu sehingga Toga Datu menanyakan asal usul perempuan itu. Dia pun memberitahukan bahwa Bapaknya adalah Sabasoburning sehingga Toga Datu menamai isterinya boru Sibasoburning karena nama Bapaklah yang menjadi marga anak2nya.
Maka kata Sibasoburning kepada Toga Datu: “Kau sudah berjanji, kita sudah berbuat sebagai suami istri, dan sekarang saya pun sudah hamil, jadi mulai sekarang namamu bukan hanya Toga Datu tetapi sekarang gelarmu adalah Guru Tateabulan karena kamu telah menjunjung bulanmu yang ke aku”. Sejak saat itulah isterinya, boru Sibasoburning memanggilnya suaminya Toga Datu, menjadi Guru Tateabulan.
Sampai pada waktunya lahirlah anak mereka laki2 yang diberi nama “Si Raja Miok-miok”
Baru tiga bulan sejak Raja Miok2 lahir, hamillah kembali Sibasoburning sehingga mereka merasa heran, tetapi ada pemberitahuan dari Mulajadinabolon (TUHAN) bahwa anak yang dikandungnya akan menjadi orang terkenal, yang punya wibawa yang akan mengalahkan orang, begu (jin) maupun binatang-binatang. Setelah tiba waktunya melahirkan, maka lahirlah anak kembar, satu anak laki2, diberi nama “Sariburaja” dan satu anak perempuan diberi nama “Siboru Pareme”
Di hari kemudian lahir pula 3 anak mereka yang diberinama: Limbongmulana, Sagalaraja dan Malauraja.
Lahir lagi anak perempuan yang diberinama “Siborubidinglaut” yang menjadi sombaon di dekat pulo Malau di Simanindo.

Disadur dari buku Tarombo Pasaribu,

READ MORE - Sibasoburning, Isterinya Guru Tatea Bulan

Si Boru Saroding

Legenda Si Boru Saroding
Si Boru Saroding



Legenda Namboru Boru Saroding dituturkan dalam bahasa Batak, agar penyampain informasi yang bertujuan mudah di baca dan diketahui oleh Pecinta Seni Budaya Sejarah Tanah Air, saya lakukan edit terjemah ke dalam Bahasa Indonesia tanpa mengurangi atau mengubah fakta dan tujuan dari Legenda Boru Saroding.

Suatu hari menjelang siang, Boru Saroding pergi ke Danau Toba untu...k mandi sekaligus mencuci pakaian tepatnya di tepi pantai tempat tinggal orang tuanya yang terletak diantara Palipi-Mogang (Kecamatan Palipi Kab.Samosir) yang bersebelahan dengan Rassang Bosi dan Dolok Martahan. Boru Saroding terkenal dengan kecantikannya, konon pada jaman itu Boru Saroding diklaim sebagai Putri tercantik dari seluruh Putir/Boru Pandiangan, karena kecantikannya, banyak Pemuda yang datang dari kampung lain bahkan dari seberang Danau Toba untuk merayunya (Manandangi) akan tetapi tak satupun yang mampu menahlukkan hatinya baik yang kaya ataupun yang tampan, pemuda yang datang pulang tanpa hasil namun pemuda-pemuda tersebut juga tidak merasa sakit hati karena Boru Saroding menyambut mereka dengan sopan dan ramah.

Boru Saroding yang dikenal pendiam, sopan, taat akan orang tua dan baik hati terhadap teman-temannya, pandai membuat Ulos Batak, pekerja ulet membuat orang tuanya cukup heran sekaligus bangga terhadap putrinya Boru Saroding yang dalam adat Batak, sifat dan sikap Boru Saroding merupakan calon menantu idaman yang sangat di cari oleh putra raja.

 Ketika Boru Saroding sedang mandi dan membilas rambutnya yang panjang dan indah di tepi pantai Danau Toba, tiba tiba sebuah sampan yang ditumpangi seorang pemuda tampan dan berwibawa yang berdiri di atas sampan datang menghampiri Boru Saroding. Melihat pemuda yang mengenakan Ulos Batak dan melihat tampangnya, Boru Saroding berpikir bahwa pemuda tersebut bukanlah seorang nelayan biasa seperti yang sering dilihat disekitar pantai Danau Toba, ketika Pemuda bersampan tersebut semakin dekat ke tempat dimana Boru Saroding berkeramas jeruk purut (Anggir dlm Bahasa Batak) hati Boru Saroding berdebar dan bertanya-tanya dalam hati “Siapakah pemuda ini?” seraya bergegas dengan cepat membersihkan rambutnya, karena merasa malu dipandangi seroang pemuda sedang mandi. Dengan tergesa-gesa Boru Saroding pun siap mandi dan beranjak dari pantai menuju kediaman orang tuanya akan tetapi ketika Boru Saroding hendak melangkah, sang Pemuda pun berkata kepada Boru Saroding “Putri Raja.. kenapa tergesa gesa pulang” tanya pemuda tersebut kepada Boru Saroding. Seketika langkah Boru Saroding pun berhenti karena terkejut dan seraya melirik ke arah Pemuda yang memanggil nya, “Pemuda ini tampan dan berwibawa ya” penilaian Boru Saroding dalam hati dan “Kebetulan masih banyak pekerjaan saya yang harus saya selesaikan di rumah kami” dalih Boru Saroding kepada Pemuda tersebut, si Pemuda Tampan dan Berwibawa tersebut pun menghampiri Boru Saroding seraya memperkenalkan diri dan tempat asalnya dari Rassang Bosi (Desa Sabulan Kec.Sitio tio) yang disebut Ulu Darat kepada Boru Saroding. Dengan hormat Sang Pemuda pun menyampaikan maksud dan tujuannya menemui Boru Saroding sekaligus berniat agar Boru Saroding mau memperkenalkan pemuda tersebut kepada kedua orang tua Boru Saroding. Karena dari awal Boru Saroding melihat pemuda tersebut sudah terkesan dengan Ketampanan dan Kewibawaan sang pemuda, Boru Saroding pun merasa senang dan menyetujui permohonan sang pemuda, merekapun bergegas berjalan bersama menuju rumah Boru Saroding.
Ketika Boru Saroding dan Pemuda tersebut tiba di rumahnya, seketika Orang Tua dan saudara saudarinya merasa kagum akan tampang dan cara bicara sang pemuda yang datang bersama Boru Saroding, mereka serasa disulap melihat sang pemuda tersebut yang berbadan kekar tersebut.
Pendek cerita, Sang Pemuda tersebutpun menyampaikan niat baiknya yang ingin mempersunting Boru Saroding sebagai Isterinya kepada Kedua Orang Tua dan Saudara-Saudari Boru Saroding, Guru Solandason (Ayah dari Boru Saroding) meminta tanggapan dari putrinya Boru Saroding, apakah putrinya Boru Saroding menyukai pemuda tersebut, Boru Saroding pun menyatakan bahwa putrinya suka dan mau menjadi isteri Pemuda tersebut.
Tak lama kemudian, Guru Solandason meberitahukan kepada Sanak saudaranya selanjutnya Pemuda dan Boru Saroding pun mendapat restu dari kedua orang Boru Saroding kemudain Upacara Adat Pernikahanpun segera dilaksanakan ditempat tinggal Boru Saroding, setelah acara adat selesai merekapun diberangkatkan menuju tempat dimana Suami Boru Saroding tinggal.
Merekapun naik kesampan menuju Rassang Bosi, akan tetapi Boru Saroding sangat terkejut dikarenakan mereka begitu cepat tiba, Boru Saroding pun semakin heran karena Sang Suaminya menceritakan tempat tinggalnya diatas gunug ditengah hutan Tombak Ulu Darat, namun Boru Saroding tidak terlalu kawatir karena ketika mereka berjalan melewati jurang yang dalam dan terjal ditambah hutan yang begitu liar, Sang Suami menuntun langkahnya, memegang tangan Boru Saroding sehingga Boru Saroding tak sedikitpun merasa lelah bahkan Suaminya terlihat kuat tanpa keringat melewati daerah yang cukup melelahkan untuk di lalui.
Tidak berapa lama kemudian, Boru Saroding dan Suaminya tiba ti rumah Suaminya, merekapun istirahat hingga tertidur pulas sampai keesokan harinya ketika menjelang pagi Boru Saroding pun terbangun namun Boru Saroding tidak melihat Suaminya sehingga Boru Saroding melihat ke samping rumah dan ke belakang rumah, kemudain ketika Boru Saroding hendak melihat suaminya ke depan rumah Boru Saroding pun tersentak karena terkejut melihat se ekor ular berukuran sangat besar melintas di halaman depan rumah suaminya tiba tiba dengan sangat tergesa gesa Boru Saroding menutup pintu rumah karena merasa sangat terkejut dimana Boru Saroding sebelumnya tidak pernah melihat ular yang urukannya sangat besar dan memiliki kepala yang tidak seperti kepala ular pada umumnya, dengan rasa taku yang luar biasa dan rasa heran Boru Saroding pun duduk diam terpaku di dalam rumah, tak lama kemudian, Boru Saroding suara Suaminya memanggil namanya sehingga Boru Saroding dengan segera bergegas membukakan pintu rumah untuk suaminya dan langsung mengatakan “Tadi saya melihat se ekor ular besar dengan kepala yang aneh melintas dari halaman rumah kita menuju pohon besar dihutan” kata Boru Saroding kepada Suaminya, kemudain Suaminya menjawab pertanyaan Boru Saroding “Tidak usah takut, ular itu ular yang baik dan tidak mengganggu”.
Mereka menjalani dan melalui hari kehari dengan kebahagian karena Suami Boru Saroding selalu memenuhi kebutuhan mereka tanpa kekurangan bahkan Suami Boru Saroding cukup pintar menghibur Boru Saroding dengan canda dan tawa, serta memiliki perhatian dan kasih sayang yang begitu besar kepada Boru Saroding karena Dia berusaha mencarikan buah buahan dan tumbuh tumbuhan yang mampu membuat kecantikan Boru Saroding terawat. Semua hal tersebut dilakukan dan dipenuhi Suaminya dengan sangat sangat mudah tanpa ada keluhan apapun sehingga mereka hidup dalam kebahagian melalui hari hari rumahtangga mereka. Akan tetapi semakin lama Boru Saroding pun merasa heran yang dari hari ke hari semakin bertambah kecurigaanya terhadap cara hidup Suaminya yang penuh kemudahan hingga pada suatu saat tanpa sengaja Boru Saroding melihat Suaminya di bagian atas rumah (Para-Para dlm Bahasa Batak) sedang berubah wujud menjadi seekor ular berukuran sangat besar persis seperti ular yang pernah Boru Saroding lihat sebelumnya, namun Boru Saroding berura purak tidak melihat kejadian tersebut karena merasa takut Ular tersebut marah kepada Boru Saroding kemudai ular tersebut melintas keluar dari rumah menuju hutan hingga Boru Saroding tinggal sendirian di dalam rumah.
Boru Saroding merasa sangat terpukul dan merasa penyesalan yang begitu dalam karena tanpa berpikir panjang dan tanpa mengenal lebih jauh siap laki-laki tersebut hingga menerima permintaannya menadi isterinya karena Boru Saroding telah mengetahui bahwa Suaminya bukan manusia biasa. Menjelang sore, suaminyapun kembali dari hutan membawa bekal berupa buah-buahan, daging Rusa, Burung dan Burung kemudian Boru Saroding pun bergegas menyambut suaminya membawa hasil yang dibawa suaminya ke dapur untuk dimasak dan dijadikan untuk makan malam. Setelah Boru Saroding selesai menyiapkan makan malam, merekapun makan malam bersama di rumah yang berada ditengah hutan rimba tersebut dimana selama ini suaminya tinggal. Setelah usai makan malam, merekapun berbincang bincang dan dengan jujur Suaminya memberitahukan siapa dia sebenarnya kepada isterinya Boru Saroding, “Saya sebenarnya adalah Penguasa Ulu Darat, yang bisa berubah ubah wujud dari Manusia menjadi Ular dan dari Ular menjadi Manusia” tegas Suaminya kepada Boru Saroding akan tetapi Boru Saroding cukup pintar menyembunyikan rasa taku dan penyesalannya yang sangat dalam kepada suaminya, Boru Saroding hanya tersenyum kepada Suaminya, sehingga suaminya merasa senang karena melihat isterinya Boru Saroding tidak terkejut atas pengakuannya yang jujur kepada Boru Saroding.
Hingga suatu ketika, kedua Saudara Boru Saroding datang berkunjung ke rumah Boru Saroding yang berada di antara pegunungan ditengah-tengah hutan yang dinamai Tombak Ulu Darat karena kedua saudaranya sudah sangat merindukan Boru Saroding yang merupakan saudar perempaun tersayang bagi kedua saudara Boru Saroding tersebut, Boru Saroding pun merasa sangat bahagia karena sudah dikunjugi oleh Saudaranya sehingga dengan sangat gembira, Boru Saroding pun menyajikan berbagai aneka makanan dan buah-buahan kepada kedua saudaranya tersebut. Sembari menikmati makanan yang banyak, mereka bercerita dan berbincang bincang hingga rasa rindu mereka terobati bahkan waktu tidak terasa, senja pun tiba, seperti biasanya Boru Saroding tau jika Suaminya akan segera kembali dari hutan dan dengan tergesa gesa Boru Saroding berusaha mengajak kedua saudaranya untuk bersembunyi di bagian atas rumah dibawah atap kearena Boru Saroding sudah mendengar suara suara pertanda suaminya akan datang dan karena Boru Saroding merasa ketakutan dimana Boru Saroding tau bahwa ular tersebut mau memakan manusia, kedua saudaranya pun bersembunyi agar tidak terlihat oleh Suami Boru Saroding.
Suami Boru Saroding pun tiba di rumah, tiba-tiba suaminya tampak heran dan sepertinya menciup sesuatu yang lain dari yang lain dan bertanya “Sepertinya saya mencium darah manusia lain di rumah ini” kepada isterinya Boru Saroding. Dengan tergesa gesa Boru Saroding berupaya mengalihkan pembicaraan dengan cepat mengidangkan makan malam Suaminya kemudian Suami Boru Saroding selesai makan malam selanjutnya Boru Saroding mengajak Suaminya untuk beristirahan. Ketika mereka hendak beristirahat, sesekali dengan tampak yang penuh curiga, Suami Boru Saroding bertanya, “Saya mencium ada orang lain dirumah ini?” tanya Suaminya kepada Boru Saroding, “Ah… sudalah, itu hanya perasaan mu saja, tidak ada orang lain dirumah ini” jawab Boru Saroding dengan rasa takut yang luar biasa kepada Suaminya, “Ini sudah larut malam, sebaiknya kita istirahat saja” ajak Boru Saroding kepada Suaminya yang masih tetap bertingkah aneh penuh curiga. Karena tidak tahan lagi Boru Saroding menyembunyikan rasa takutnya kepada Suaminya sehingga Boru Saroding pun memberitahukan keberadaan kedua saudaranya kepada Suaminya “Ampuni .. saya suamiku, karena aku telah membohongi mu” kata Boru Saroding kepada Suaminya, “Benar dirumah ini ada orang lain selain kita, karena saya beripikir engkau akan marah jika engkau tau saudaraku datang mengunjungi kita ke rumah ini” aku Boru Saroding dihantui rasa takut yang sangat besar kepada Suaminya, “Mereka datang karena sudah sangat rindu kepada kita” kata Boru Saroding sambil memohon dan membujuk Suaminya, kemudian Suami Boru Saroding meminta agar kedua saudara Boru Saroding dipanggil untuk datang menghadap Suaminya, dengan perasaan yang masih dihantui ketakutan, Boru Saroding pun memanggil kedua saudaranya keluar dari tempat persembunyian mereka di bagian atas ruhak dibawah atap rumah (Dalam Bahasa Batak disebut Bukkulan Ni Ruma).
Kemudian kedua saudara Boru Saroding menghampiri Suami Boru Saroding seraya saling bersalaman dan tidak seperti ketakutan yang dibayangkan oleh Boru Saroding, justru kedua saudara Boru Saroding tampak gembira bercerita dengan suaminya hingga saking asiknya pembicaraan mereka (Suami dan Saudara Boru Saroding) tidak terasa waktupun sudah menjelang pagi.
Setelah pagi hari tiba, kedua saudara Boru Saroding berniat untuk kembali ke Samosir, sehingga kedua saudaranya memberitahu kepada Boru Saroding bahwa mereka akan kembali ke Samosir pagi ini, Boru Saroding pun mengajak kedua saudaranya untuk mohon pamit kepada Suaminya dan ketika hendak berpamitan, salah satu saudara Boru Saroding berkata “Lae, kami akan segera pulang ke Samosir, Lae kasi apa sama kami untuk kami bawa pulang ke Samosir? Tanya saudara Boru Saroding kepada Suaminya, “Terimakasih Lae karena telah datang berkunjung kesini” jawab Suami Boru Saroding kepada kedua saudaranya sambil memberikan 2 (dua) buah bingkisan yang di balut kain dan diikat dengan tali kepada Pandiangan (Kedua Saudara Boru Saroding) seraya berpesan “Hanya saja ada syarat yang harus dipenuhi oleh Lae” kata Suami Boru Saroding “Apa saja syaratnya Lae?” tanya kedua Saudara Boru Saroding kepada Suaminya “Sesampainya di Samosir, bingkisan ini jangan dibuka akan tetapi lae harus menunggu hingga 7 (tujuh) hari lamanya baru Lae Pandiangan bisa membuka bungkusan ini” pesan Suami Boru Saroding kepada kedua saudara Boru Saroding. Kedua Saudara Boru Saroding menjawab “Ia Lae, akan kami penuhi pesan lae”. Kemudian Pandiangan (Kedua saudara Boru Saroding) pun pamit dan beranjak pulang melewati hutan yang cukup mengerikan, melalui lembah dan jurang jurang yang terjal hingga kedua saudara Boru Saroding pun tiba di tepi pantai Desa Sabulan yang selanjutnya mereka menaiki sampan untuk menyebrang ke Pulau Samosir.
Setelah mereka tiba di rumah masing masing dimana pada saat itu kedua saudara Boru Saroding (Pandiangan) sudah menikah dan tinggal dirumah bersama isteri masing-masing, mereka menceritakan perjalanan yang ditempuh kepada isteru mereka masing masing, mereka menunjukkan bingkisan (Gajut) yang mereka bawa kepada isterunya. Salah satu dari Pandiangan (Saudara Boru Saroding) bersungut-sungut karena meras kesal dengan hanya menerima bingkisan (Gajut) kecil dari Laenya yang sudah bersusah paya mengunjungi Lae dan Saudarinya di tengah hutan diatas gunung Ulu Darat tersebut, “Masa jauh-jauh dari Samosir ke Ulu Darat hanya dikasih bungkusan kecil kek gini, itupun pake syarat pula itu” kata salah satu Saudara Boru Saroding kepada isterinya. Pendek cerita, karena tidak sabar menunggu hari yang telah dipesankan oleh Laenya ditambah rasa penasaran yang cukup besar, maka Pandiangan (Sudara Boru Saroding) membuka bungkusan tersebut, karena tidak sesuai dengan pesan Suami Boru Saroding, maka bungkusan yang dibuka salah satu saudara Boru Saroding tersebutpun hanya berisikan: Tanah, Kunyit, Potongan Kayu kecil dan ulat-ulat, karena merasa dihina, Pandiangan (salah satu saudara Boru Saroding yang membuka bungkusan tersebut) pun marah dan mengucapkan makian terhada Suami Boru Saroding, “Kurang ajar, masa kekgini cara dia menghargai saya selaku Saudara laki-laki Boru Saroding”, “Tidak atu sopan terhadap keluarga isterinya” kata salah satu saudara Boru Saroding lalu membuang bungkusan yang dibuka tersebut sebelum waktunya. Kemudian Pandiangan membujuk dan mengajak adiknya Pandiangan paling bungsu untuk turut membuka bungkusan yang diberikan oleh Laenya tersebut, “Buka aja dik bungkunsannya, mungkin isinya sama saja seperti yang telah abang buka tadi” kata Pandiangan kepada saudaranya akan tetapi Pandiangan paling bunsu tetap tidak mau mebuka bungkusan tersebut dan bertahan memenuhi pesan yang telah disampaikan oleh Laenya (Suami Boru Saroding).
Setelah hari ke 7 (tujuh) tiba sesuai dengan pesan Laenya, maka Pandiangan paling bungsu pun membuka bungkusan tersebut dan ketika bungkusan tersebut dibuka, tiba-tiba keluar ulat ulat yang jumlahnya sangat banyak dari bungkusan akan tetapi dalam hitungan beberapa detik, ulat-ulat yang tadinya keluar dari bungkusan tersebut berubah menjadi kerbau dan sapi dengan jumlah yang sangat banyak juga saking banyaknya jumlah sapi dan kerbau tersebut, hingga lokasi pekarangan perkampungan tersebut tirlihat padat sementara kunyit yang keluar dari bungkusan tersebut berubah menjadi emas dengan jumlah yang cukup banyak dan potongan kayu kecil pun berubah menjadi batang pohon yang memadati lokasi perkampungan Pandiangan paling bungsu.
Beberapa bulan kemudian, ternak sapi dan kerbau yang dimiliki Pandiangan paling bungsu semakin lama semakin bertambah banyak jumlahnya sementara hasil pertanian dan pohon yang dimilikinya ikut bertambah banyak sehinggan Pandiangan paling bungsu semakin terkenal sebagai warga paling kaya di daerah tersebut.
Setelah hampir ½ tahun kemudian, karena sudah sangat rindu akan kampung halamannya terlebih lebih kepada Orang Tua dan Saudara-Saudara Boru Saroding di Samosir, maka Boru Saroding meminta ijin kepada Suaminya untuk diberikan kesempatan pulang ke kampung halaman guna mengobati rasa rindunya tersebut.
“Suamiku… saya sudah rindu akan kampung halaman, saudara-saudara ku dan terlebih lebih orang tuaku di Samosir, ijinkan saya menjenguk mereka, saya tidak akan lama lama disana”
Kata Boru Saroding kepada Suaminya, dengan berat hati Suami Boru Saroding menjawab
“Sepertinya saya punya pirasat buruk jika aku ijinkan engkau berkunjung ke Samosir, sepertinya engkau tak akan kembali lagi ke tempat kita ini (Ulu Darat)”
Boru Saroding pun tidak putus asa dan tetap berupaya membujuk Suaminya agar Boru Saroding diberi ijin seraya berusaha memberikan kepercayaan kepada Suaminya.
“Suamiku… saya janji jika engkau ijinkan saya ke Samosir, saya akan pulang karena saya tidak mungkin meninggalkan Suamiku sendiri yang telah memberikan saya kebahagian dan telah meberikan aku kasih sayang, saya Cuma sebentar di Samosir setelah itu saya akan pulang ke sini (Ulu Darat)” jelas Boru Saroding kepada Suaminya.
Karena Boru Saroding sudah memohon dan memberikan penjelasan yang cukup meyakinkan Suaminya, maka Suami Boru Saroding pun mengijinkan Boru Saroding untuk bertamu ke Samosir tempat tinggal mertuanya, sehingga Suaminya mengantarkan Boru Saroding ketepi pantai Danau Toba untuk menyeberangkkan isterinya ke Samosir.
Dengan penuh keajaiban, Suami Boru Saroding memetik sepucuk daun pohon kemudain meletakkannya di tepi Danau dan tiba-tiba daun tersebut berubah menjadi sebuah Sampan, setelah itu Suami Boru Saroding mempersilahkan Boru Saroding memasuki sampan tersebut, kemudain Suami Boru Saroding berkata “Boru Saroding isteriku yang baik hati, engkau adalah putri raja yang telah menjadi isteriku, engkau berjanji akan cepat kembali dari Samosir karena kita saling mencintai dan saling menyayangi, jadi kumohon dengan sangat agar engaku penuhi janjimu dan cepat pulang ya isteriku, saya juga percaya akan apa yang telah engkau janjikan kepada ku?” kata Suaminya kepada Boru Saroding.
Boru Saroding pun mengangguk seraya mengiakan perkataan Suaminya dan berkata “Baik Suamiku, percayalah… saya akan cepat pulang dari Samosir, engkau boleh membuat sumpah” kata Boru Saroding kepada Suaminya dengan usaha untuk tetap menyakinkan Suaminya agar rencananya dapat berjalan lancar, lalu Suami Boru Saroding pun mengucapkan sebuah sumpah “Dekke Ni Sabulan Tu Tonggina Tu Tabona, Manang ise si ose padan..Turipurna tu magona” (Dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa Setiap Orang yang Ingkar Janji/Sumpah maka Ia akan menanggung akibat buruk) dengan perasaan sedih yang mendalam dihati Suami Boru Saroding mendorong sampan dan “Berangkatlah isteriku Boru Saroding” kata Suaminya kepada Boru Saroding sambil melepas sampan yang dinaiki Boru Saroding ke arah Danau Toba yang saat itu situasi tampak damai tanpa angin dan tanpa gelombang bahkan saat itu, cuaca dilangit tampak begitu cerah, setelah Boru Saroding mendayung sampannya sekitar 5 (lima) meter dari bibir pantai Boru Saroding pun berkata dengan pelan seperti berbisik “Peh…bursik….…., kupikir engaku manusia…ternyata engkau hanya seekor ular dan hanya hantu berwajah manusia, kau kira saya akan kembali lagi ke Ulu Darat…tempat yang mengerikan itu? Dasar hantu berwajah manusia berbadan ular.” Kata Boru Saroding dengan pelan sambil tergesa gesa mendayung sampannya yang dibareingi rasa kecewa serta ketakutan.
Tiba tiab, cuaca dilangit berubah menjadi gelap, angin putting beliungpun, hujan dan suara petir datang sehingga ombak besar mulai muncul di Danau Toba dimana Boru Saroding sedang melintas dengan sampannya. Melihat situasi yang tiba tiba berubah, Boru Saroding pun menjerit-jerit ketakutan, dengan sekuat tenaga… Boru Saroding pun berupaya mengendalikan sampannya namun tiba tiba muncullah ombak yang sangat besar menuju Boru Saroding sehingga Boru Saroding pun takmampu mengendalikan sampan yang ditumpangi sehingga Boru Saroding dan sampannyapun ikut terseret gelombang besar tersebut tak lama kemudian Boru Saroding pun hanyut dibawa arus air kedasar Danau Toba.
Semenjak kejadian itu hingga sekarang, Boru Saroding tidak dapat ditemukan dan menurut keyakinan Orang Batak, khususnya warga Pulau Samosir menyakini bahwa Boru Saroding menjadi arwah penjaga Danau Toba maka sampai saat ini, banyak warga yang masih meyakini hal tersebut bahkan sesuai dengan kesaksian beberapa keturunan Pandiangan atau Siraja Sonang masih meyakini arwah Boru Saroding karena konon dikatakan Jika ada sebuah kapal yang sedang melintas di perairan Danau Toba dengan kondisi cuaca buruk dan gelombang/ombak besar maka salah satu penumpang kapal yang merupakan keturunan atau masih keluarga dari marga Pandiangan dapat meminta pertolongan melalui Doa kepada Boru Saroding agar ombak besar dan angin kencang yang sedang menghalau kapal tersebut dihentikan oleh Arwah Boru Saroding, akan tetapi hal ini ternyata benar benar terbukti karena hanya dengan memakan Sirih lalu berdoa memohon bantuan Arwah Boru Saroding, maka kendala apapun yang sedang dialami oleh kapal akan dihentikan.

Hingga kini sebagian besar warga Samosir masih meyakini legenda serta keberadaan Arwah Boru Saroding. Dan warga menyebutnya Namboru Boru Saroding Penunggu Danau Toba wilayah Rassang Bosi, Dolok Martahan, Palipi, Mogang, Sabulan Janji Raja, Tamba, Simbolon dan Hatoguan.
Dan dipesankan kepada seluruh warga yang berkunjung dan melewati daerah tersebut diminta agar tidak membuang ludah/sampah ke Danau serta tidak boleh berbicara kotor karena konon katanya orang yang tidak memenuhi pesan tersebut akan mengalami suatu hal yang cukup mengerikan dan kemungkinan besar kapal yang ditumpangi akan mengalami musibah besar.

Sementara Suami dari Boru Saroding dipanggil warga dengan sebutan “Amangboru Saroding” yang diyakini dan disaksikan sebagian warga Pandiangan sering melihat Suami Boru Saroding turun dari Ulu Darat menuju Danau tempat Ia mengantarkan isteri nya Boru Saroding, penampakan dari Suami Boru Saroding berwujud Ular Besar dan Panjang berbadan manusia berenang di sekitar tempat Boru Saroding tenggelam bersama sampan yang ditumpangi, sementara di Kaki Gunug Ulu darat tepatnya diperkampungan Pandiangan Desa Sabulan Kecamatan Sitiotio terdapat sebuah Permandian Namboru Boru Saroding yang diyakini sebagai tempat Boru Saroding mandi dan keramas dengan jeruk purut, tempat tersebut diberi nama “Par Anggiran Ni Namboru Boru Saroding” ditempat permandian Boru Saroding tersebut terdapat Pohon besar dimana pada dahan dan ranting pohon tersebut ditumpangi pohon Jeruk Purut akan tetapi buah dari Jeruk Purut yang menumpang ke Pohon besar tersebut tidak boleh diambil sembarang orang.

Kisah atau Legenda ini menjadi salah satu Objek Wisata di Kabupaten Samosir, Situs Budaya yang mengisahkan Legenda Perjalanan Boru Saroding dan kemudian tempat tersebut di beri nama “Par Anggiran Ni Namboru Boru Saroding” yang berlokasi di Desa Sabulan Kecamatan Sitiotio Kab.Samosir atau jika kita berkunjung ke tempat bersejarah tersebut, hanya sekitar ½ jam dengan menggunakan kapal dari Pelabuhan Mogang Kec.Palipi.
Tempat ini seiring dikunjungi oleh Keluarga Pandiangan atau Sirajasonang bahkan toris lokal maupun manca negara mengunjugi tempat ini dengan tujuan berjiarah sekaligus mengenang Perjalanan Namboru Boru Saroding Pandiangan.

Hingga saat ini, kisah nyata serta kesaksian tentang keberadaan Arwah Namboru Boru Saroding masih banyak dikisahkan oleh warga Samosir khususnya warga yang sedang melintas dari Daerah tersebut.

Demikian Legenda Namboru Boru Saroding ini saya posting kepada seluruh pengunjung Bona Pasogit Nainggolan Blogspot. Legenda ini berhasil saya publikasikan setelah melakukan pendekatan sekaligus penggalian informasi kepada warga yang masih memiliki hubungan langsung dengan Namboru Boru Saroding (Marga Pandiangan) bahkan selama penggalian informasi, saya juga mendengar kesaksian mereka atas penampakan Arwah Amangboru Saroding maupun Namboru Boru Saroding.

Sejarah Legenda Boru Saroding yang saya posting ini tentu saja masih belum sempurna bahkan mungkin jika sebelumnya pembaca pernah membaca atau mengetahui legenda ini dari sumber lain dan terdapat ada perbedaan, maka mohon untuk disampaikan komentar, agar kedepannya dapat dilakukan perbaikan.

Tebing CuramTerimakasih….Horas….
READ MORE - Si Boru Saroding